Jumat, 14 September 2012

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Manusia mulai menganalisa setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Sebelumnya, manusia primitif mulai mengeluarkan teori-teori tentang hakikat benda atau materi. Ia mulai menggabungkan antara keberadaan ruh manusia dengan keberadaan benda lain seperti air, udara, api, dan tanah.
Animisme berkembang lebih awal daripada dinamisme. Animisme menitik beratkan pada perkembangan ruh manusia. Mulai dari sini, manusia primitif menyimpulkan bahwa setiap materi yang memiliki sifat yang sama, maka memiliki substansi yang sama pula. Jika manusia mati dan hidup, tidur dan terjaga, kuat dan lemah, diam dan bergerak, kemudian manusia diyakini memiliki ruh, maka pepohonan, binatang, laut, api, matahari, bulan, dan materi-materi lainnya pun memiliki ruh seperti manusia.
Agama Hindu sebenarnya bukanlah agama dalam arti yang biasa. Agama Hindu adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan, yang meliputi zaman sejak kira – kira 1500 SM.hingga zaman sekarang. Didalam perjalanannya sepanjang abad – abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi – bagi sehingga memiliki ciri – ciri yang bermacam – macam, yang oleh penganutnya kadang – kadang diutamakan, tetapi kadang – kadang tidak diindahkan sama sekali. Berhubungan dengan itu Govinda Das mengatakan bahwa agama Hindu sesungguhnya adalah suatu proses antropologis, yang hanya karena nasib yang ironis saja diberi nama agama.[
Jauh sebelum Islam datang, masyarakat Jawa telah memiliki pandangan hidup yang cukup mapan. Dalam bidang keagamaan masyarakat Jawa prahindu telah memiliki kesadaran keagamaan. Kesadaran keagamaan tersebut tampak pada keyakinan masyarakat Jawa terhadap kekuatan-kekuatan adikodrati yang mengatasi segala hal. Keyakinan ini mengantarkan masyarakat Jawa pada kesadaran kosmik dan nouminious atau kesadaran religiusitas.  Dua kesadaran tersebut merupakan kesadaran yang saling terkait, sebagaimana dua sisi mata yang saling mengisi yang kemudian mengendap menjadi kebudayaan Jawa dan menjadi “langit suci” segala aspek kehidupan masyarakat Jawa. Munculnya ritual slametan merupakan bukti konkret masyarakat Jawa dalam mengendapkan kesadaran ketuhanan yang terinstusionalisasikan. Kesadaran ini memiliki fungsi sosial yang luar biasa, yaitu dalam membangun ikatan sosial antar individu dalam masyarakat Jawa, serta mewujudkan keselarasan hidup. Etika patembayan (gotong royong) juga menjadi contoh lain yang juga bentuk kebudayan yang menghadirkan gambaran kosmologis Jawa dengan kesadaran nouminious tersebut. Sementara itu, Heire Gilden mengungkapkan bahwa kesadaran ketuhanan masyarakat Jawa sangat terkait dengan konsep sosial mereka, utamanya dalam membangun etika politik. Keraton sebagai penguasa tidak hanya sebagai kekuatan politik belaka, namun keraton juga merupakan sumber kekuatan kosmik yang dianugrahkan dzat adikodrati kepada salah satu manusia pilihannya. Kesadaran tersebut memunculkan konsep tentang raja dan dewa, yakni kesadaran tentang raja sebagai penguasa yang diberikan tugas untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia yang harus dipatuhi dan diikuti oleh masyarakatnya.
Di daerah jawa telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten; Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa penamaan lain) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat; agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama-agama asli jawa tersebut didegradasi sebagai ajaran animisme, penyembah berhala / batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan. 



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEPERCAYAAN SEBELUM ISLAM MASUK DI INDONESIA
Seperti yang kita ketahui, masyarakat jawa umumnya mempercayai roh-roh halus (kepercayaan animisme) dan benda-benda yang bertuah atau yang berkekuatan ghoib (kepercayaan dinamisme).  
a. kepercayaan Animisme
Ciri masyarakat jawa antara lain berketuhanaan. Sejak masa praejarah, suku bangsa jawa telah memiliki kepercayaan animisme, yaitu suatu kepercayaan tentang adanya roh atau benda-benda, tumbuh-tumbuhan, hewan dan juga manusia sendiri.[2] Semua yang bergerak di anggap hidup dan berkekuatan ghaib atau memiliki roh yang berwatak buruk maupun baik.[3] Dengan kepercayaan tersebut, mereka beranggapan bahwa disamping semua roh yang ada, terdapat roh yang paling kuat dari manusia. Dan agar terhindar dari roh –roh tersebut maka mereka menyembahnya, dengan jalan mengadakan upacara di sertai dengan sesaji.  
b. kepercayaan Dinamisme
            Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.
Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.
Keberadaan paham atau aliran animisme dan dinamisme ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Hindu dan Budha telah hadir lebih awal dalam peradaban nusantara. Masyarakat kita telah mengenal kedua agama budaya daripada agama Islam. Namun, sebelumnya ada periode khusus yang berbeda dengan zaman Hindu-Budha. Masa itu adalah masa pra-sejarah. Zaman ini disebut sebagai zaman yang belum mengenal tulisan. Pada saat itu, masyarakat sekitar hanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi.
Di zaman itulah, masyarakat belum mengenal agama. Mereka belum mengerti tentang baik dan buruk. Mereka juga belum mengerti tentang aturan hidup karena tidak ada kitab suci atau undang-undang yang menuntun kehidupan mereka. Tidak ada yang istimewa pada zaman ini kecuali kepercayaan primitif mereka tentang animisme dan dinamisme. Disebutkan oleh para sejarawan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan tengah benua Asia. Ada yang mengatakan bahwa mereka bersebelahan dengan masyarakat Tiongkok. Ada juga yang menyebut nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan selatan Mongol. Yang pasti, para sejarawan tersebut sepakat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan Asia.
B.     PROSES MASUK DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
1.      KARAKTERISTIK MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki latar berlakang yang sama dengan agama Hindu-Budha, yaitu melalui jalur perdagangan dengan pedagang Arab, India dan Cina yang terlebih dahulu telah memeluk agama Islam.
Agama Islam diperkenalkan dan disebarluaskan dengan cara yang damai, tidak melalui peperangan atau pemaksaan. Peranan wali dari penduduk asli Indonesia turut serta dalam penyebaran agama Islam, yang menjadi menarik perhatian masyarakat adlah mereka tidak membuat dirinya menjadi berbeda dengan lainnya. Penggunaan pakaian dan pendekatan bahasa adalah cara yang efektif, diperkenalkannya unsur-unsur kesenian menambah khasanah kebudayaan Indonesia

2.      PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM
Rute perdagangan melalui laut yang sering dipakai dalam oleh bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lainnya adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Samudera Indonesia, Teluk Persia, Laut Merah, Laut Hitam, sampai Laut Tengah.
Sejak abad ke 7, sistem perdagangan Islam sudah terasa lebih maju dari bangsa-bangsa lainnya. Hal ini ditandai dengan :
1. Munculnya sistem perdagangan bebas, yaitu jual beli barang tanpa batas syarat.
2. Menggunakan perdagangan saham, bagi bangsawan bisa memberikan modal kepada suatu perusahaan dagang dengan membeli saham.
3. Banyaknya pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai oleh pedagang Islam

3.      SUMBER BUKTI MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA :
a. Catatan Pedagang Arab
Berdasarkan catatan dari Ibnu Hordadzbeth (844-848), Sulayman (902), Ibnu Rosteh (903), Abu Zayid (916) dan Mas’udi (955) menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya melakukan perdagangan dengan kerajaan Oman dengan menjual kayu, timah, gading, rempah-rempah, merica, pala dan lain-lain. Ini terjadi pada tahun 7 saat Sriwijaya dipimpin oleh Raja Zabaq.
b. Catatan Ibnu Batuta
Ibnu Batuta mendapat tugas untuk melakukan pelayaran ke Cina atas perintah Moh. Ibn Tuglag dari India. Ia mengemukakan bahwa di Indonesia sudah menggunakan nama-nama yang bernuansa Arab, yakni Syekh dan Malik.
c. Catatan Marcopolo
Saat perjalanan pulang Marcopolo dari Cina dan singgah di Perlak sudah melihat adanya kerajaan Islam di Tumasik dan Samudera Pasai. Kedua kerajaan tersebut menguasai Selat Malaka dan melakukan hubungan dagang ke Gujarat dan Benggala
d. Catatan Ma Huan
Pada tahun 1400 M, Ma Huan adalah seorang penulis muslim asal Cina ikut serta bersama Laksamana Cheng-Ho yang juga Muslim melakukan eskpedisi ke tanah Jawa. Catatannya yang ditulis dalam buku Yingyai Seng-lan, menuturkan bahwa orang Cina yang bermukim di Jawa berasal dari Kanto, Zhangzhou, dan Quanzhou, kebanyakan dari mereka telah masuk Islam dan mentaati agama.
e. Catatan Tome Pires
Dalam catatan orang Portugis yang bernama Tome Pires menyebutkan bahwa pada awal abad XVI kerajaan-kerajaan di Sumatera telah menganut ajaran Islam, di Tuban dan Gresik sudah terdapat keturunan ketiga para pengusaha-pengusaha beragama Islam.
f. Batu Nisan
Ditemukannya batu nisan yang memiliki corak bernuansa Islam, antara lain:
1. Makam Fatimah binti Maimun, diperkirakan meninggal pada tahun 1025.
2. Makam Sultan Malik al-Saleh, meninggal tahun 1297.
3. Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, meninggal tahun 1419

a. WALI SONGO :
1. Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi, menyebarkan agama Islam di Gresik dengan menggunakan pendekatan pergaulan.
2. Sunan Ampel, menyebarkan agama Islam di Surabaya.
3. Sunan Bonang putra Sunan Ampel, menyebarkan Islam di Tuban.Sunan Drajat putra ketiga Sunan Ampel, menyebarkan Islam di Sedayu (Surabaya).
4. Sunan Giri (Raden Paku) murid Sunan Ampel, menyebarkan Islam di Gresik
5. Sunan Muria, menyebarkan Islam di daerah pedalaman Kudus.
6. Sunan Kudus (Udung), menyebarkan Islam di Kudus.
7. Sunan Kalijaga (Joko Said), menyebarkan Islam di Kadilangu (Demak).Sunan
8. Gunung Jati (Fatahillah), menyebarkan Islam di Cirebon

b. PENGARUH DAN PENINGGALAN BUDAYA WALI SONGO
• Raden Fatah sewaktu menjadi raja Demak tidak memakaipakaian adat Arab, tetapi memakai kuluk, jamang dan sumping.
• Cerita wayang lebih bervariasi, diambil cerita-cerita rakyat dan cerita dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Bentuk wayang yang semula boneka dimodifikasi menjadi pipih terbuat dari kulit.
• Menara Mesjid Kudus mirip dengan candi dengan bentuk atap menyerupai pura.
• Sunan Giri menciptakan lagu-lagu bernuansa Islam, seperti Ilir-ilir dan Jamuran

c. AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDDHA DENGAN SILAM
• UPACARA ADAT
Pada tahun 1284 Saka atau 1362 M, raja Hayam Wuruk melakukan acara srada untuk memperingati wafatnya Rajapatni. Tradisi penghormatan terhadap roh nenek moyang terasa masih sangat kental, walaupun sudah masuk agama Hindu-Budha. Di saat masuknya agama Islam, upacara seperti ini tidak hilang malah dibumbui dengan unsur-unsur Islam.
• SENI BANGUNAN
Arsitektur bangunan mesjid dibuat secara khusus untuk membedakan dengan bangunan lainnya. Biasanya atap mesjid dibuat bertingkat, denah persegi panjang, memiliki serambi depan atau samping, dikelilingi benteng dan gerbang berbentuk gapura. Contoh-contoh mesjid seperti ini dapat dijumpai pada Mesjid Marunda, Mesjid Agung Demak, Mesjid Agung Banten, dan Mesjid Agung Cirebon.
• SENI SASTRA
Sastra karya Hamzah Fanshuri merupakan contoh hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan Budha, seperti terlihat dalam karyanya yang berjudul Syair Perahu yang mengibaratkan hidup manusia di dunia bagaikan mengarungi lautan, dan Syait Si Burung Pingai yang menggambarkan jiwa manusia sama seperti burung yang sama seperti dzat Tuhan

C.    CARA-CARA MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Cara-cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam disebarkan melalui jalan damai dan jalan militer. Namun di Indonesia, Islam masuk lebih melalui jalan damai atau melalui jalan berdakwah. Secara umum, Islam masuk ke Indonesia disampaikan dengan jalan damai melalui banyak cara, yaitu: lewat perdagangan, pernikahan, pendidikan serta budaya.
1.    Penyebaran Islam melalui perdagangan
Agama Islam dibawa ke Indonesia oleh para pedagang. Selain melakukan transaksi perdagangan, para pedagang pun memanfaatkan waktu berinteraksi dengan penduduk asli dengan pergaulan sehari-hari saat singgah ke suatu daerah atau suatu wilayah di Indonesia.  Para pedagang ini, menurut sumber catatan yang ada, adalah para saudagar muslim yang berasal dari Gurajat, Arab, Persia.
Masuknya Islam ke Indonesia melalui perdagangan terjadi pada abad ke 7 M sampai abad ke 16 M, yaitu sejalan dengan ramainya lalu lintas perdagangan laut internasional. Ajaran Islam ini diterima oleh masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir pantai utara. Melalui saudagar inilah agama Islam berkembang pesat ditandai dengan adanya kerajaan Islam di pesisir pantai.

2.    Penyebaran Islam melalui pernikahan
Para pedagang muslim yang datang ke Indonesia (pedagang Gurajat, Arab dan Persia) ada yang sekedar berdagang kemudian kembali ke negerinya dan ada pula yang menetap di Indonesia. Sumber-sumber Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan muslim dipesisir pantai Sumatra. Dari perkampungan ini para penganut Islam berinteraksi dan berasimilasi dengan penduduk pribumi sembari menyebarkan agama Islam. Selain menetap, mereka juga menikah dengan wanita-wanita Indonesia terutama putri raja dan bangsawan. Karena pemikahan itulah maka banyak keluarga raja bangsawan masuk Islam.
Perkawinannya dilangsungkan secara Islami. Di mana sebelum perkawinan berlangsung, para wanita penduduk asli terlebih dahulu masuk Islam dengan menjadi seorang mualaf. Dengan perkawinan ini lingkungan Islam makin luas, kelompok kecil masyarakat muslim ini lambat laun semakin besar dan berkembang dari komunitas kecil menjadi komunitas besar yang akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam.

3.    Penyebaran Islam melalui pengajaran dan pendidikan
Penyebaran Islam melalui pendidikan dan pengajaran adalah dengan didirikannya pesantren oleh para ulama. Selain datangnya para pemuda dari berbagai penjuru wilayah untuk belajar di pesantren tersebut, pesantren ini keberadaannya juga sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat sekitar pesantren tersebut. Masyarakat menjadi tunduk atau taat dengan para kiai atau ulama di tempat tersebut, dan memudahkan dakwah Islam menjadi lebih diterima lagi di masyarakat.
Para wali dan ulama mendirikan pondok-pondok pesantren, hingga banyak pemuda-pemuda dari daerah dan dari berbagai macam kalangan masyarakat banyak menerima agama Islam. Setelah selesai, mereka menjadi mubaligh, mendirikan pondok pesantren di daerah mereka sendiri-sendiri.

4.    Penyebaran Islam melalui akulturasi dan asimilasi kebudayaan
Terbukanya masyarakat Indonesia terhadap kedatangan Islam, salah satunya dipengaruhi oleh toleransi yang begitu tinggi yang diberikan oleh para ulama kepada budaya atau tradisi setempat yang sebelumnya sudah ada terlebih dahulu. Bahkan tak jarang, budaya setempat dijadikan sarana untuk menyebarkan dakwah Islam. Misalnya, wayang yang sebelumnya merupakan tradisi agama Hindu di Jawa, kemudian dijadikan sarana untuk mengenalkan tentang ajaran Islam melalui pengubahan cerita dan para tokoh wayang yang dilakonkan.

5.    Penyebaran Islam melalui tasawuf
Penyebaran Islam yang juga dipakai oleh para ulama adalah melalui sarana tasawuf. Tasawuf adalah jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tasawuf lebih memudahkan orang yang telah memiliki dasar ketuhanan yang lain untuk mengerti dan memahami ajaran Islam. Beberapa ulama penyebar tasawuf adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin, Syeik Abdul Shamad dan Nuruddin ar Raniri.
Berbagai sarana yang dipakai para ulama untuk menyebarkan dakwah Islam di Indonesia inilah yang banyak memberikan pengaruh atas penyebaran dan perkembangan Islam di Indonesia. Ditambah dengan semangat luar biasa yang dipegang oleh kaum pedagang untuk berdakwah, semakin mempercepat perkembangan Islam di Indonesia. Bagi mereka, berdakwah adalah kewajiban bagi siapa pun termasuk mereka para pedagang, sehingga bukan hanya kewajiban  bagi ulama saja.
Penyebaran agama Islam di Indonesia oleh para ulama tidak langsung disampaikan kepada rakyat biasa. Pada umumnya tetapi melalui tahapan/ urutan sebagai berikut:
a.    Pedagang
Pedagang-pedagang yang merupakan penduduk asli Indonesia langsung mendapat pengaruh dari agama Islam atau pedagang-pedagang Islam yang datang ke Indonesia. Melalui interaksi langsung antar pedagang muslim dan pedagang pribumi, terjadi dialog dan hubungan yang intensif, yang kemudian dimanfaatkan untuk para pedagang muslim untuk menyampaikan dakwahnya kepada pedagang pribumi.
b.    Bangsawan
Para bangsawan (adipati atau raja-raja) adalah pemilik modal, pemegang jabatan sekaligus, selain golongan yang mampu membeli barang dagangan mewah, sekaligus pemegang monopoli perdagangan di pelabuhan. Merekalah yang biasanya berinteraksi langsung dengan para pedagang muslim.
c.    Para Wali atau Ulama
Wali ini biasanya sebelum berperan menyebarkan Islam, mereka bertugas sebagai penasehat raja-raja yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan juga dengan pedagang-pedagang Islam.
d.    Rakyat (masyarakat)
    Masyarakat mendapat pengaruh Islam paling akhir. Rakyat biasanya mendapat pengaruh dari para wali dan ulama melalui dakwah juga dari para bangsawan yang menjadi penguasa di wilayah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar